Selasa, 04 Mei 2010

good to great


"Tulislah hukum-hukum. Tetapi, izinkan saya menulis lagu. Pastilah kelak saya akan memerintah negara Anda." Itulah pendapat Andrew Fletcher -seorang patriot Skotlandia- pada tahun 1702. Ucapan provokatif ini menjadi salah satu pemicu dan pemacu mengapa saya gemar menciptakan lagu. Sudah belasan lagu yang saya dan grup musik CELEBrand hasilkan. Ternyata, berdasarkan hasil survey, mayoritas responden memuji lagu kami. Kata mereka, sudah cukup oke.

Namun, bagi kami itu bukan jawaban yang memuaskan. Sebenarnya, kami mengharapkan responden berseru, "Wah, ini lagu yang luar biasa!" Berhubung tidak ada yang berkata begitu, maka lagu-lagu itu pun kami rombak. Bahkan, liriknya kami perkaya -tidak semata-mata berbahasa Indonesia dan Inggris- tetapi juga berbahasa Mandarin, Jepang dan Perancis. Itu semua kami tekuni selama kurang-lebih tujuh tahun, hanya semata-mata untuk mempersembahkan tembang yang great, bukan sekedar good.

Jim Collins di buku terlarisnya Good to Great sempat berujar, "Baik (good) adalah musuhnya hebat (great)." Artinya, apabila kita ingin hebat (great), maka kita tidak boleh merasa sudah cukup baik (good). Begitu kita merasa sudah cukup baik, biasanya kita akan enggan untuk memperbaiki diri. Dengan kata lain, merasa sudah cukup baik bisa meninabobokan kita, sehingga kita tak akan pernah menjadi hebat.

Tengoklah pelawak tenar Charlie Caplin dan megabintang Michael Jackson! Di masa keemasan mereka, Charlie dan Michael masih mau berlatih setiap hari! Betul-betul setiap hari! Luar biasa 'kan?

Hal ini juga diteladani oleh almarhum ayah saya, yang merupakan pemain badminton yang gigih semasa hidupnya. Ada atau tidak ada pertandingan, dia tetap saja berlatih secara konsisten dan telaten. Alasannya, demi prestasi yang lebih bagus. Baginya, tampil cukup baik (good) sama sekali tidak memadai. Di usianya yang sudah setengah abad, ia selalu berusaha untuk tampil hebat (great).

Apalagi ada kutipan yang mengingatkan, "Barang siapa yang hari ini lebih baik daripada hari kemarin, maka ia merupakan orang yang beruntung." Kalau sama saja? Dia adalah orang yang merugi. Kalau lebih buruk? Dia adalah orang yang celaka.

Ironisnya, betapa banyak perusahaan yang merasa dirinya 'baik-baik saja' dan malas beranjak ke tingkatan yang lebih tinggi. Ketika disarankan program atau strategi yang baru yang lebih masuk akal, mereka buru-buru berdalih, "Hm, program itu bagus, sih. Tetapi -maaf- selama ini kita sudah diakui sebagai market leader, kok," atau, "Ah, kita tidak memerlukan program seperti itu. Kita 'kan sudah punya nama besar," atau, "Wah, kita agak berbeda, ya. Terus-terang, kita sudah cukup kuat kok, dengan dukungan dari pusat."

Hei, bolehkah berargumen seperti itu? Boleh-boleh saja, asalkan market Anda memenuhi dua kondisi. Pertama, pelanggan Anda begitu bodoh. Kedua, pesaing Anda berjalan di tempat. Namun adakah market seperti itu? Di planet ini, sepengetahuan saya, tidak ada!

Resapilah pesan resi manajemen Gede Prama, "Saat Anda merasa seperti mangga yang telah masak, maka sebentar lagi Anda akan membusuk! Jadilah mangga yang masih mentah, sehingga Anda senantiasa mematangkan diri." Coba saja baca buku BREAK! Rumus Marketing yang Belum Diajarkan di Kelas MBA, yang kebetulan direkomendasikan oleh guru kegagalan Billi Lim.

Pernah mendengar istilah kaizen 'kan? Sekedar mengulang, kaizen dalam bahasa Jepang bermaksud penyempurnaan terus-menerus (continuous improvement). Dan sejarah membuktikan, istilah inilah yang mengantarkan Jepang dari negara keterbelakang menjadi salah satu negara penentu di muka bumi ini.

Padahal, pada tahun 1600-an Jepang di bawah pemerintahan Shogun Tokugawa masih disibukkan dengan pengusiran warga asing dan pengisolasian negara selama 240 tahun ke depan. Sementara pada masa yang sama, masyarakat Amerika telah mengenal istilah 'pelanggan'. Bisa disebut, dari segi pengetahuan mengenai market, Jepang memang tertinggal jauh oleh Amerika. Begitu?

Dulu, memang seperti itu! Tetapi, di akhir abad 20 Jepang mulai berbenah. Dengan semangat kaizen-nya, tanpa tedeng aling-aling mereka pun mulai menohok Amerika. Terbukti, produk-produk dari Negeri Sakura layak disejajarkan dengan produk-produk dari Negeri Paman Sam.

Persis seperti yang ditegaskan motivator ternama Zig Ziglar, "Dengan selalu mempersembahkan usaha terbaik Anda, maka itu akan menjadikan Anda seorang pemenang." Bukankah pepatah Cina juga mengisyaratkan, tetesan air sekalipun -asalkan berterusan- dapat mengikis batu. Demikianlah, penyempurnaan tiada henti merupakan syarat mutlak untuk bertahta dan terus bertahta di market. Bercita-citalah untuk menjadi great, bukan sekedar good!

Ditulis oleh Ippho Santosa yang dikenal sebagai marketer, trainer dan penulis bestseller

Tidak ada komentar:

Posting Komentar